Pemaknaan kembali
kembali kopi, Buddha, Herman, surat tak tarkirimkan, cinta sejenis yang
manis atau apa pun, membuktikan Dee tetap memesona. Kalau kemarin
panitia Nobel sastra masih maju mundur dengan nama Pramoedya, sekarang
bisa memaknai kembali, melalui karya-karya ini.
Ruang cerpen yang sempit dijadikannya wahana yang intens namun tidak sesak untuk mengungkapkan apa yang tak selalu mampu dikatakan. Lewat refleksi dan monolog interior yang digarap dengan cakap dan jernih. pembaca diajaknya menjelajahi halaman-halaman kecil dalam cerpen yang kini dijadikannya semesta kehidupan.
Cerpen-cerpen Dee itu persis racikan kopi dari tangan seorang ahli peracik kopi: harum, menyegarkan, dan nikmat: pahit, tapi sekaligus mengandung manis.
Ruang cerpen yang sempit dijadikannya wahana yang intens namun tidak sesak untuk mengungkapkan apa yang tak selalu mampu dikatakan. Lewat refleksi dan monolog interior yang digarap dengan cakap dan jernih. pembaca diajaknya menjelajahi halaman-halaman kecil dalam cerpen yang kini dijadikannya semesta kehidupan.
Cerpen-cerpen Dee itu persis racikan kopi dari tangan seorang ahli peracik kopi: harum, menyegarkan, dan nikmat: pahit, tapi sekaligus mengandung manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar